Calendar Girls : Kalender Bugil Wanita Parobaya

Anything for charity. Pameo ini mungkin banyak dianut oleh masyarakat Barat yang memang di beberapa sisi, terhitung lebih bebas merdeka. Maka berbagai cara menggalang dana bisa digelar. Cukur gundul rame – rame dilakoni baik pria maupun wanita untuk aksi amal adalah hal yang sudah biasa. Tapi untuk berpose bugil ?

Pose bugil untuk amal mungkin dinilai keterlaluan. Tapi ide ini disampaikan Chris (Helen Mirren) yang memang berkarakter bebas, liar dan pemberontak. Ia membeli kue dari Marks & Spencer untuk diikutkannya dalam perlombaan membuat kue tahunan dan tak dinyana, kue “buatannya”-lah yang menang. Itu hanya segelintir “ulah” Chris. Maka ketika Chris yang terlebih dulu meneriakkan gagasan gila itu, demi mengenang suami Annie (Julie Walters) yang meninggal karena leukemia, tak serta merta teman – teman sepergaulannya menerima. Meski untuk amal, tak ada yang cukup sinting untuk serta merta mendukung gagasan Chris. Tapi setelah dipikir – pikir, dengan berbagai pertimbangan, maulah 11 wanita yang tergabung dalam Women Institute untuk berpose bugil. “Not naked, but nude…” demikian kata salah seorang dari mereka.

Maka bisa dibayangkan reaksi masyarakat di kota kecil Rylstone, Yorkshire, England, tempat mereka tinggal. Gempar, tentu saja. Heboh, apalagi. Yang menentang dan mendukung nyaris sama banyak. Berbagai “cobaan” juga harus mereka lalui. Seorang dari wanita parobaya itu nyaris diceraikan suaminya akibat keputusannya itu.

Tapi begitulah, niat mulia biasanya selalu berakhir menyenangkan. Target mereka atas penjualan kalender hanya seribu pound, tapi siapa sangka pose wanita – wanita berusia 45 – 60 tahun ini laku keras dan menghasilkan uang tak kurang dari 500 ribu pound. Bukan main !

Dengan cerita seperti ini, Calendar Girls memang susah untuk tak diindahkan. Perasaan lucu dan menggetarkan hadir bersamaan melihat kesungguhan wanita – wanita yang hanya ibu rumah tangga biasa ini, mempersiapkan diri sebelum pemotretan. Lucu juga melihat mereka berusaha sesering mungkin tak memakai (maaf) bra, agar tanda pemakaian bra tak terlihat. Nuansa komedi muncul dengan sendirinya di tengah – tengah persiapan pemotretan. Fotografer yang seorang pria pun nyaris tak diperbolehkan memotret langsung, ia hanya boleh mengarahkan dan mempersiapkan peralatannya saja. Tapi demi hasil yang memuaskan, wanita – wanita itupun akhirnya mengalah dan merelakan tubuhnya “dilahap” mata sang fotografer muda. Hihihi….

Cuma karena Calendar Girls mencampur baurkan fiksi dan kisah nyata (fiksi dimaksudkan untuk memperkuat aksentuasi cerita), maka penonton yang jeli mungkin akan mencoba bertanya – tanya, bagian mana yang fiksi dan mana yang realitas. Kedengarannya mungkin tak begitu penting, tapi cukup menganggu. Ini karena “kejahilan” penulis skenario yang berhasil membuat kisah yang tak hanya menyenangkan untuk ditonton, tapi juga meyakinkan ketika dicerna. Entah, ini kelebihan atau kelemahan. Yang juga dirasa melemahkan Calendar Girls adalah ketika sutradara Nigel Cole mencoba mencampur aduk sisi drama dan segi komedi. Hasilnya, asam – asam manis, alias tak terlalu padu. Maka dari sederet kritikus terkemuka, James Berardinelli mengaku tak menikmati film ini dan menyalahkan kekurang cakapan sang sutradara meramu kedua unsur diatas. Kritikus lainnya nyaris kompak memuji Calendar Girls sebagai tontonan komedi yang hangat dan mencerahkan. Tapi jangan terlalu percaya ucapan kritikus, sebelum Anda sendiri menyaksikannya. Anda sendiri yang merasakan dan silakan menilai Calendar Girls dengan analisa dan pertimbangan sendiri.

CALENDAR GIRLS

Director : Nigel Cole
Cast : Helen Mirren, Julie Walters, John Alderton
Script Writer : Juliette Towhidi, Tim Firth

Tinggalkan komentar